Entri Populer

Jumat, 18 Februari 2011

Perencanaan dan Penganggaran

PENYUSUNAN ANGGARAN

A.   Proses Penyusunan Anggaran (dari RKA-KL, UU APBN hingga Keppres ttg Rincian Anggaran)
Hubungan antara rencana strategis, rencana operasional, dan rencana kerja anggaran dimulai dari platform Presiden pada saat menyatakan visi misinya, sesaat setelah dilantik sebagai Presiden. Berdasarkan platform tersebut, Pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Nasional (Repenas) dan paralel dengan rencana strategis K/L yang disusun oleh masing-masing K/L dalam kurun waktu 5 tahun. Selanjutnya, berdasarkan Renstra K/L , masing-masing K/L menyusun Rancangan Rencana Kerja K/L setiap tahunnya. Selanjutnya, Repenas tersebut dijabarkan dalam rencana kerja tahunan Pemerintah.

Rencana Kerja  Pemerintah  (RKP) merupakan dasar  penyusunan dokumen anggaran yang telah ditetapkan sebagai suatu keputusan pemerintah mengenai rencana kerja pemerintah setelah dibahas dengan DPR. Dengan demikian, RKP merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, yang memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk  arah kebijakan fiskal, serta program Kementerian/Lembaga, lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

RKP menjadi landasan bagi kementerian negara/lembaga dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) dalam satu tahun.

Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) merupakan penjabaran perencanaan strategis kementerian negara/lembaga dan sudah diselaraskan dengan Rencana Kerja Pemerintah. Rencana kerja yang dituangkan dalam RKA-KL juga merupakan penjabaran rencana strategis kementerian negara/lembaga. Rencana kerja yang dimuat dalam RKA-KL harus diuraikan visi, misi, tujuan, kebijakan, program, berikut hasil yang akan diharapkan, dan kegiatan, beserta keluaran yang diharapkan.

Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan  yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Visi berkaitan dengan pandangan ke depan menyangkut kemana instasi pemerintah harus dibawa dan diarahkan agar dapat berkarya secara konsisten dan tetap eksis, antisipatif, inovatif, serta produktif. Visi adalah suatu gambaran menantang tentang keadaan masa depan yang berisi cita dan citra yang ingin diwujudkan instasi pemerintah.

Rumusan visi hendaknya:
a.    mencerminkan apa yang ingin dicapai sebuah organisasi,
b.    memberikan arah dan fokus strategi yang jelas,
c.    mampu menjadi perekat dan menyatukan berbagai gagasan strategi yang terdapat dalam sebuah organisasi,
d.    memiliki orientasi terhadap masa depan sehingga segenap jajaran harus berperan dalam mendefinisikan dan membentuk masa depan organisasinya,
e.    mampu menumbuhkan komitmen seluruh jajaran dalam lingkungan organisasi,
f.     mampu menjamin kesinambungan kepemimpinan organisasi.

Rumusan visi yang jelas diharapkan mampu:
a.    menarik komitmen dan menggerakkan orang,
b.    menciptakan makna bagi kehidupan anggota organisasi,
c.    menciptakan standar keunggulan,
d.    menjembatani keadaan sekarang dan keadaan masa depan.

Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh instasi pemerintah, sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan. Dengan pernyataan misi diharapkan seluruh anggota organisasi dan pihak yang berkepentingan dapat mengetahui dan mengenal keberadaan  dan peran instasi pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintah negara.

Misi suatu instansi pemerintah harus jelas dan sesuai dengan tugas pokok dan  fungsi (tupoksi). Misi juga terkait dengan kewenangan yang dimiliki instansi pemerintah dari aturan perundang-undangan atau kemampuan penguasaan teknologi sesuai dengan strategi yang telah dipilih. Perumusan misi instansi pemerintah harus memperhatikan masukan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dan memberikan peluang untuk perubahan/penyesuaian sesuai dengan tuntutan perkembangan lingkungan strategi.

Rumusan misi hendaknya mampu:
a.            melingkupi semua pesan yang terdapat dalam visi,
b.            memberikan petunjuk terhadap tujuan yang hendak dicapai,
c.            memberikan petunjuk kelompok sasaran mana yang akan dilayani pemerintah,
d.            memperhitungkan berbagai masukan dari stakeholders.

Tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu satu tahun sampai dengan lima tahun. Tujuan ditetapkan dengan mengacu kepada pernyataan visi dan misi serta didasarkan pada isu-isu dan analisis strategis. Tujuan tidak harus dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, akan tetapi harus dapat menunjukkan suatu kondisi yang ingin dicapai di masa mendatang. Tujuan akan mengarahkan perumusan sasaran, kebijakan, program dan kegiatan dalam rangka merealisasikan misi.

Sasaran adalah hasil yang akan dicapai secara nyata oleh instansi pemerintah dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu yang lebih pendek dari tujuan. Dalam sasaran dirancang pula indikator sasaran. Yang dimaksud dengan indikator sasaran adalah ukuran tingkat keberhasilan pencapaian sasaran untuk diwujudkan pada tahun bersangkutan. Setiap indikator sasaran disertai dengan rencana tingkat pencapaiannya masing-masing. Sasaran diupayakan untuk dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu/tahunan secara berkesinambungan sejalan dengan tujuan yang ditetapkan dalam rencana strategik.
Strategik adalah cara mencapai tujuan dan sasaran yang dijabarkan ke dalam kebijakan-kebijakan dan program-program.

Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang untuk dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk dalam pengembangan ataupun pelaksanaan program/kegiatan guna tercapainya kelancaran dan keterpaduan dalam pewujudan sasaran, tujuan, serta visi dan misi instansi pemerintah.

Program adalah penjabaran kebijakan K/L dalam bentuk upaya yang berisi satu atau beberapa kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi K/L. Dengan demikian, program merupakan kumpulan kegiatan yang sistematis dan terpadu, untuk mendapatkan hasil yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa instansi pemerintah ataupun dalam rangka kerja sama denga masyarakat, guna mencapai sasaran tertentu. Program-program yang ditetapkan merupakan program-program yang berada dalam lingkup kebijakan tertentu sebagaimana dituangkan dalam strategik yang diuraikan dan ditetapkan dalam program-program yang akan dilaksanakan pada tahun bersangkutan, sebagai cara untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pendapatan sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya, baik berupa personil (SDM), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya (output) dalam bentuk barang/jasa. Kegiatan adalah tindakan nyata dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah sesuai dengan kebijakan dan program yang telah ditetapkan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu. Dalam komponen kegiatan ini, perlu ditetapkan indikator kinerja kegiatan dan rencana capaiannya.

Indikator kinerja kegiatan adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif  yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja kegiatan yang akan ditetapkan dikategorikan ke dalam kelompok:
a.    masukan (inputs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan atau dalam rangka menghasilkan output, misalnya sumber daya manusia, dana, material, waktu, teknologi dan sebagainya.
b.    Keluaran (output) adalah segala sesuatu berupa produk /jasa (fisik dan /atau non fisik) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan berdasarkan masukan yang digunakan.
c.    Hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsi keluaran pada jangka menengah. Outcomes merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk /jasa dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.
d.    Manfaat (benefits) adalah kegunaan suatu keluaran (outputs) yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses oleh publik.
e.    Dampak (impacts) adalah ukuran tingkat pengaruh sosial ekonomi, ligkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan.

Indikator-indikator tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat mengindikasikan sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran. Dalam hubungan ini, penetapan indikator kinerja kegiatan merupakan proses identifikasi, pengembangan seleksi dan konsultasi tentang indikator kinerja atau ukuran kinerja atau ukuran keberhasilan kegiatan dan program-program instansi, penetapan indikator kinerja kegiatan harus didasarkan pada perkiraan yang realistis dengan memperhatikan tujuan dan sasaran yang ditetapkan serta data pendukung yang harus diorganisasi. Indikator kinerja dimaksud hendaknya:
a.    spesifik dan jelas
b.    dapat diukur secara obyektif
c.    relevan dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai
d.    tidak bias

Selanjutnya, berdasarkan RKP dan RKA- KL, Pemerintah menyusun RAPBN setiap tahunnya untuk dibahas dan disahkan oleh DPR menjadi APBN. Sebagaimana disebutkan pada bagian sebelumnya, proses ini dimulai dari penyusunan pagu indikatif, yang setelah dibahas mengenai kebijakan pokok-pokok fiskal dan ekonomi makro dengan DPR, maka pagu tersebut berubah menjadi pagu sementara, yang akan dituangkan dalam NK & RAPBN. Setelah NK & RAPBN tersebut dibahas dan disepakati oleh DPR, maka pagu sementara tersebut akan berubah statusnya menjadi pagu definitif. Pagu definitif ini selanjutnya akan dibreakdown berdasarkan klasifikasi ekonomi, fungsi, dan organisasi, dan ditetapkan dengan Perpres sebagai lampiran yang tidak terpisahkan dari UU APBN.

Setelah UU APBN disahkan, maka menjadi tugas dari masing-masing K/L untuk memproses usulan DIPA guna melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan. DIPA yang sudah ditetapkan tersebut menjadi dokumen pelaksanaan anggaran.

Selanjutnya, hubungan antara renstra sampai dengan DIPA dapat dilihat pada skema di bawah ini.  

Pada dasarnya kebijakan pembangunan nasional berlaku bagi pusat maupun bagi daerah. Dengan demikian, visi dan misi Presiden yang sudah dituangkan dalam RPJP Nasional tersebut harus menjadi acuan bagi pemerintah pusat dalam menyusun RPJP Daerah. Dalam rangka menjabarkan tujuan jangka panjang tersebut ke dalam jangka menengah, maka RPJP Pusat tersebut menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM Pusat. Demikian pula, sasaran dalam RPJP Daerah tersebut harus dijabarkan dalam RPJM Daerah, dengan memperhatikan RPJM Pusat.

Proses ini berlanjut lagi, dari penjabaran sasaran lima tahunan menjadi penjabaran sasaran tahunan, baik dalam Rencana Kerja Pemerintah (Pusat)/RKP Daerah, maupun dalam penyusunan APBN/APBD. Dalam tahap ini, juga harus terjadi konsistensi penyusunan Rencana Strategi (Renstra) K/L dan Rencana Kerja (Renja) K/L, dengan Renstra Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Renja SKPD.

Hubungan antara rencana pembangunan jangka panjang dengan Renja K/L dan Renja SKPD sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dapat dilihat pada skema di bawah ini. Sedangkan proses penyusunan RKA-KL berdasarkan PP No. 21 tahun 2004 tentang RKA-KL dapat diikuti dalam bagan selanjutnya.

 

















PP 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan RKA-KL (Lampiran 3 )
 


Dalam bentuk yang lain, proses perencanaan dan penganggaran APBN dengan melibatkan K/L dapat dilihat pada skema di bawah ini. Dalam diagram di bawah, dapat dilihat bahwa K/L mulai terlibat dalam penyusunan Renstra dan Renja K/L sejak bulan Januari/Februari. Tentu saja ini bukan suatu hal yang mudah, mengingat K/L harus membuat perkiraan tahun yang akan datang mulai dari awal tahun sebelumnya.



B.   Sinkronisasi Program Dan Kegiatan dalam RKA-KL
Sinkronisasi Program/Kegiatan dalam RKA-KL dilakukan dengan mengevaluasi kegiatan dalam RKA-KL dua tahun sebelumnya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
·         Apakah program sudah sejalan dengan tugas pokok organisasi.
·         Apakah semua kegiatan sudah sesuai dan secara sinergis mendukung programnya.
·         Apakah semua kegiatan sudah mempunyai keluaran yang sesuai

Dengan demikian diharapkan, keluaran dari masing-masing kegiatan dalam satu program harus secara sinergis mendukung pencapaian hasil yang diharapkan dari program yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan PP No. 20 Tahun 2004 tentang RKP Pasal 8 ayat (2).

Sinkronisasi program dan kegiatan dapat dilakukan dengan antara lain:
  • Penempatan program-program pada fungsi/subfungsi yang sesuai, misalnya semua program pendidikan dan latihan ditempatkan pada Fungsi/Subfungsi Pendidikan.
  • Penyesuaikan/penambahan program-program kementerian/lembaga agar lebih konsisten dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga.
  • Perlu ditetapkannya Program Penyelenggaraan Pimpinan Kepemerintahan dan Kenegaraan di semua Kementerian/Lembaga untuk menampung kegiatan eks Administrasi Umum.
  • Penempatan kegiatan-kegiatan pada program yang benar-benar sesuai, sehingga keluaran/output kegiatan akan  menunjang tercapainya hasil/sasaran/output dari program.
  • Nomenklatur kegiatan dan subkegiatan lebih sederhana yang sedapat mungkin menggambarkan keluaran/output yang hendak dicapai. Dikelompokkannya kegiatan-kegiatan ke dalam (a) kegiatan yang terkait dengan program tertentu dan (b) kegiatan yang dapat terkait dengan semua program.

Materi perubahan/perbaikan sistem penganggaran berbasis kinerja telah dan akan dilakukan terus menerus, diantaranya adalah pelaksanaan pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) lebih disempurnakan dengan lebih mencermati pencantuman besaran angka pada kolom prakiraan maju secara benar. Dalam rangka melanjutkan pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja telah dilakukan sinkronisasi program/kegiatan untuk memperjelas konsistensi perencanaan dan penganggaran, keterkaitan antara program dengan kegiatan/subkegiatan. Penyempurnaan yang cukup mendasar dilakukan dengan meninjau kembali rumusan nomenklatur kegiatan/subkegiatan maupun pengkodeannya. Tata cara penyusunan anggaran yang dananya bersumber dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) disamakan dengan yang bersumber dari rupiah murni. Tata cara revisi anggaran tidak dimuat dalam petunjuk ini, melainkan diupayakan diatur dengan peraturan Menteri Keuangan tersendiri sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU APBN.
Sistem Klasifikasi Anggaran dalam RKA-KL


 


























Dari diagram di atas terlihat bahwa kegiatan yang dilakukan oleh K/L melalui satuan kerja-satuan kerjanya adalah dalam rangka mencapai tujuan nasional (national goals) yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, prioritas dalam penyusunan RKA-KL diarahkan pada:
(i)    program dan kegiatan yang mendukung pencapaian sasaran Prioritas Pembangunan Nasional dan/atau Prioritas Kementerian/Lembaga,
(ii)   kebutuhan anggaran yang bersifat mengikat,
(iii)  Kebutuhan dana pendamping untuk kegiatan-kegiatan yang anggarannya bersumber dari pinjaman dan hibah luar negeri,
(iv) kebutuhan anggaran untuk kegiatan lanjutan yang bersifat tahun jamak (multi years), dan
(v)  penyediaan dana untuk mendukung pelaksanaan kegiatan percepatan pemulihan pasca konflik  dan pasca bencana di berbagai daerah.

Sementara itu, dasar-dasar pengalokasian anggaran tergantung pada (i) visi dan misi kementerian/lembaga, (ii) skala prioritas karena RKA-KL disusun berdasarkan skala prioritas dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) hasil pembahasan dengan DPR, Pagu Sementara/Pagu Definitif, hasil Kesepakatan DPR dengan kementerian/lembaga, dan tupoksi unit organisasi  kementerian/lembaga

Pengalokasian anggaran kedalam kegiatan/subkegiatan dalam RKA-KL tidak dapat mengakibatkan pergeseran anggaran antar program, pengurangan belanja mengikat, dan perubahan pagu sumber pendanaan/sumber pembiayaan (RM/PLN/HLN/PNBP) yang ditetapkan dalam Surat Edaran Menteri Keuangan tentang Pagu Sementara 2007. Selain itu, perhitungan alokasi biaya didasarkan pada indek satuan biaya yang ditetapkan.

C.   Instrumen Pengalokasian Anggaran
Instrumen pengalokasian anggaran didasarkan pada peraturan dan dokumen pendukung. Peraturan antara lain: PMK tentang petunjuk penyusunan dan penelaahan RKA-KL, Renja K/L dan RKP, SE Menkeu tentang pagu sementara dan pagu definitif, serta PMK tentang Standar Biaya. Sedangkan, dokumen pendukung antara lain term of reference (TOR), rincian anggaran biaya (RAB), daftar pembayaran gaji bulan tertentu, data analisis kerusakan bangunan, serta daftar jumlah dan kondisi inventaris.

Pengalokasian menurut program dilakukan dengan cara program-program dikaitkan dengan fungsi/subfungsi yang sesuai, sehingga setiap program berada pada subfungsi tertentu. Program-program dan alokasi anggarannya dalam Pagu Sementara tidak dapat ditambah atau dikurangi, kecuali atas persetujuan/rekomendasi DPR-RI/ ketua Komisi mitra kerja kementerian/lembaga terkait yang ditunjukkan dengan dokumen tertulis. Alokasi anggaran pada masing-masing program tidak dapat digeser/diubah antar sumber pendanaan/sumber pembiayaan. Program penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan (Kode 000019) adalah program yang dapat terkait dengan semua fungsi pada subfungsi lain-lain (Kode 0090), khususnya dalam rangka pengalokasian anggaran untuk belanja-belanja yang sifatnya mengikat, sehingga kode program tersebut adalah xx 9019. Dalam program xx9019 tersebut dimungkinkan untuk adanya kegiatan-kegiatan/belanja-belanja yang tidak mengikat.

Pengalokasian menurut kegiatan terdiri dari (i) kegiatan dasar yang meliputi pengelolaan gaji, tunjangan dan honorarium, penyelesaian langganan daya dan jasa, serta perawatan sarana prasarana, dan (ii) kegiatan tupoksi yang meliputi kegiatan prioritas dan kegiatan penunjang. Kegiatan tupoksi diarahkan untuk mencapai output yang menjadi tanggungjawabnya, dan untuk mendukung mewujudkan sasaran program. Kegiatan tupoksi tersebut dibiayai dengan belanja tidak mengikat. Sedangkan, belanja mengikat lebih cenderung untuk membiayai kegiatan dasar.

Gambaran lebih jelasnya mengenai pembagian belanja mengikat dan tidak mengikat dapat dilihat pada skema di bawah ini.








 











Namun, ada juga belanja pegawai tidak mengikat yaitu belanja pegawai yang diberikan dalam rangka mendukung pembentukan modal dan atau kegiatan yang bersifat temporer. Anggaran untuk belanja pegawai tidak mengikat dapat disediakan untuk kegiatan sepanjang:
o   pelaksanaannya memerlukan pembentukan panitia/tim/pokja.
o   mempunyai keluaran (output) jelas dan terukur.
o   sifatnya koordinatif dengan mengikutsertakan satker/instansi lain.
o   sifatnya temporer sehingga pelaksanaannya perlu diprioritaskan atau di luar jam kerja.
o   merupakan perangkapan fungsi atau tugas tertentu kepada PNS disamping tugas pokoknya sehari-hari.
o   bukan operasional yang dapat diselesaikan secara internal satker.

Contoh belanja pegawai tidak mengikat adalah:
-          Honorarium yang disediakan untuk PNS yang ditunjuk sebagai pengelola keuangan dalam rangka pelaksanaan fungsi kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang. Honorarium ini diberikan karena perangkapan jabatan/penugasan dan tanggung jawab.
-          Honorarium yang disediakan untuk anggota Tim Penyusunan Draft Peraturan Perundang-undangan yang mengikutsertakan satker/instansi lain yang terkait. Honorarium ini diberikan dalam rangka mencapai keluaran berupa peraturan
-          Honorarium yang disediakan untuk anggota Tim Penyusunan Standar Biaya Khusus Kementerian/Lembaga yang anggotanya terdiri dari unsur Kementerian/lembaga, Departemen keuangan, dan Badan pusat Statistik. Honorarium ini disediakan dalam rangka mencapai keluaran berupa standar biaya kegiatan tertentu.
Mekanisme penyusunan RKA-KL dapat dilihat pada skema di bawah ini.





D.   Contoh Sederhana Indikator Kinerja Dan Standar Biaya
Program    : Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun
Kegiatan    : Peningkatan Kualitas Guru MI dan MTs
Subkegiatan          : Lokakarya Peningkatan Kualitas Guru
INDIKATOR KINERJA
Ø  Input :
-       jumlah guru yang mengikuti lokakarya,
-       biaya total  
Ø  Indikator kinerja Kegiatan :
-       jumlah guru yang mengikuti lokakarya hingga selesai (output subkegiatan),
-       jumlah guru dengan kualifikasi yang diharapkan (output kegiatan)
Ø  Indikator kinerja Program :
-       Jumlah dan presentase penduduk yang menamatkan pendidikan sembilan tahun (Outcome)
Ø  Indikator efisiensi :
-       Biaya lokakarya per peserta (harga per unit satuan dari output subkegiatan)
-       Biaya per guru untuk meningkatkan kualifikasi guru satu tingkat lebih tinggi (harga per unit satuan dari output kegiatan)
-       Biaya per murid untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun (harga per unit satuan dari outcome program)
Indikator efisiensi ini dapat menjadi dasar penetapan Standar Biaya Keluaran
Ø  Indikator kualitas subkegiatan & kegiatan :
-       Presentase peserta yang mengikuti lokakarya hingga selesai, atau
-       Presentase peserta yang nilai hasil evaluasinya baik/tinggi (jika dalam lokakarya tersebut ada evaluasi)
-       Presentase guru dengan kualifikasi yang sesuai dengan yang diharapkan
Ø  Indikator kualitas program (outcome):
-       Presentase murid yang menamatkan wajib belajar 9 tahun (lulusan MTs) dengan nilai baik/tinggi.

STANDAR BIAYA
a.    Standar Biaya Masukan
                  Contoh standar biaya masukan (input):
                        satu rim kertas ukuran A4 70 gram                Rp          25.000,-
                        satu unit PC Pentium 4 Multimedia                Rp   10.000.000,-
                        satu angkatan Pelatihan Kewirausahaan       Rp 450.000.000,-
b.    Standar Biaya Keluaran
            Contoh ilustrasi standar biaya keluaran (output):
                  Biaya lokakarya tipe A per peserta                Rp 500.000,-
                  Biaya buku panduan Paket A per buku          Rp 150.000,-
                  Penambahan ruang kelas per m2                  Rp 850.000,-        

Contoh : ilustrasi Standar Biaya Keluaran & Penganggaran Kegiatan
Nama Kegiatan                             : Peningkatan Kualitas Guru MI & MTs
Sub kegiatan                                 : Lokakarya Peningkatan Kualitas Guru MTs
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Output                                           : Jumlah guru peserta lokakarya
Spesifikasi Kegiatan                     : Lokakarya Tipe A
Standar Biaya Keluaran/peserta   : Rp 100.000.-
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jumlah output                               : 30 orang
Jumlah Anggaran                         : 30 x Rp 100.000,- = Rp 3.000.000,-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar